TRIBUN-VIDEO.COM - Meski telah diberi peringatan, negara Barat terus memberikan sanksinya kepada Rusia.
Melihat hal itu, gas raksasa Rusia, Gazprom, mengusulkan perluasan penggunaan mata uang rubel untuk transaksi penjualan gas Rusia lewat pipa dan gas alam cair (LNG).
Usulan tersebut diajukan oleh Kirill Polous, Wakil Kepala Departemen di Gazprom.
Hal itu dilakukan setelah Rusia bergerak merebut operasi kilang LNG Sakhalin-2 pada pekan lalu sebagai aksi balasan atas sanksi Barat ke Rusia.
Perintah yang ditandatangani oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, nantinya akan menciptakan perusahaan baru yang dapat mengambil alih semua hak dan kewajiban Sakhalin Energy Investment Co.
Sementara itu, perusahaan energi Shell dan perusahaan perdagangan Jepang Mitsui serta Mitsubishi hanya memegang kurang dari 50 persen Sakhalin Energy.
Diketahui, Rusia menyumbang sekitar delapan persen dari pasokan LNG global dengan 40 miliar meter kubik gas super-cooled per tahun.
Sebagian gas tersebut berasal dari Sakhalin-2 dan Yamal LNG milik Novatek, kilang LNG terbesar di Rusia.
Pada bulan Maret, Putin mengatakan produsen gas alam terbesar di dunia akan meminta “negara-negara yang disebutnya tidak ramah” untuk membayar gas pipa dalam rubel.
Lantaran menolak hal itu, sejumlah klien terbesar Gazprom di Eropa mulai menghentikan pasokan gas dari perusahaan itu.
"Ini adalah masalah koordinasi ekspor pipa gas dan LNG," kata Polous, menambahkan bahwa ada persaingan valuta asing antara gas pipa yang dijual dalam rubel dan LNG yang dikenakan pajak dalam dolar.
(Tribun-Video.com/Tribunnews.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Balas Aksi Barat, Gazprom Usul Penggunaan Rubel Diperluas ke Jual-beli LNG,
.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Host: Tini Afshin
VP: Yogi Putra