TRIBUN-VIDEO.COM - Lubang Buaya menjadi saksi bisu peristiwa berdarah G30S/PKI karena menjadi tempat pembuangan jenzah dewan jendral yang dibunuh oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sebelum peristiwa G30S/PKI meletus, Lubang Buaya sudah dijadikan sebagai pusat pelatihan pasukan oleh PKI.
Menjadi markas pasukan PKI, Lubang Buaya pada akhirnya menjadi tujuan akhir pasukan Cakrabirawa di bawah pimpinan Lektol Untung membawa dewan jenderal yang ditawan.
Lubang Buaya menjadi lokasi ketujuh perwira TNI disiksa dan dieksekui secara sadis hingga tewas.
Ketujuh jasad para perwira tersebut dibuang di sebuah sumur tua yang kini disebut Sumur Maut Lubang Buaya.
Sumur Maut berkedalaman 12 meter dan berdiameter 75 cm itu menjadi akhir dari rentetan peristiwa penculikan, penyiksan dan pembunuhan terhadap dewan jenderal.
Seorang Agen Polisi Tingkat II Sukitman yang ikut diculik pasukan Letkol Ungkung menceritakan bagaimana ngerinya eksekusi pasukan PKI terhadap tujuh Pahlawan Revolusi.
Sukitman menyaksikan dengan kedua matanya sendiri, banyak orang mengerumuni sumur tua yang berada di belakang rumah seorang guru aktivis PKI.
Para jenderal dibawa dari teras penyiksaan, satu persatu dari mereka dimasukan ke dalam sumur tua tersebut.
Pasukan PKI juga memberikan rentetan tembakan ke dalam sumur untuk memastikan mereka semua tewas.
Berada di kedalaman 12 meter, jasad para jenderal ditimbun menggunakan tanah, dedaunan hingga gedebog pisang.
Akibat sempitnya diameter sumur, proses pengangkatan jenazah tidak bisa dilakukan secara langsung karena sumur hanya bisa dimasuki oleh satu orang.
Proses evakuasi akhirnya dilakukan dengan cara satu orang masuk kedalam sumur, jasad para korban kemudian ditarik ke atas menggunakan tali.
Dikomandoi langsung oleh Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Pangkostrad, evakuasi jenazah baru dilakukan oleh pasukan KKO-AL dan RPK-AD.
Kini sumur maut Lubang Buaya kini menjadi bagian dari Kompleks Monumen Pancasila Sakti yang diresmikan Soeharto pada tahun 1973.
Tujuannya Lubang Buaya dijadikan monumin yakni untuk mengenang perjuangan para pahlawan revolusi, juga merupakan upaya membebaskan Indonesia dari ancaman ideologi komunis.
VO: Tri Suhartini
VP: Fikri Febriyanto